In Puisi,

Kabar Buruk

Mulut-mulut naga berteriak api membelalak Ia terbakar, geram menggerus jiwa nya yang lelah Teriaknya hening, tawamu menggema Lagi ia terjerat angin-angin menerpa Mengapa hadir, mengapa pergi, mengapa bermain-main Tidak tahu, ia sudah cukup bertanya tanpa tanya Hening berhembus kencang memberi kabar pada alam semesta Yang tidak memberi jawaban, yang hanya mengepung angin berita Topeng-topeng transparan yang menggelikan Puas menunjukkan kemunafikkan keegoisan Mengapa hadir,...

Continue Reading

In Catatan Penulis,

Dear 2016 me,

"I know the world was broken bone, but melt your headache called it home" Northern Downpour Dear 2016 me, I can't be more thankful for what we've done on this long rough journey called 2016. I know it wasn't easy and nothing will ever be but you've been doing great and practically well. It amazed me how you've tried to make a deal...

Continue Reading

In Puisi,

Selamat Pagi, Batavia.

Sang kancil berpura-pura bodoh Sang ular berpura-pura tidak beracun Lalu lebah-lebah berkata ia tak menyengat Dan api berbisik ia tak akan membakar Kemudian manusia kebingungan Hendak kepada siapa mereka akan percaya Saat alam menjadi teater sandiwara Saat sang sutradara bersembunyi dibalik tirai dan angin-angin berhembus berita semu Bahwasanya ia tak akan datang merayu Namun bujuk dibujuk luluh juga mereka Dengan perkataan hewan yang...

Continue Reading

In Puisi,

Astronot dan Neptunus

Bermain-mainlah kedalam semesta Dimana ruang kosong berbintang membuatmu terjatuh Dimana sandiwara gravitasi menahanmu mengambang bebas Dengan segala lubang hitam yang membuat kau larut, terlena hingga tenggelam Lalu kau akan tertawa bebas Tanpa gema. Tanpa suara. Hanya ada kau dan semesta Bayang-bayang komet dan bintang Dan kekosongan-kekosongan nyata Bermain-mainlah sejenak, mungkin kau temukan aku disana Dibalik Andromeda atau ditepi Nebula. Sasha yang lagi dengerin...

Continue Reading

In Penulis,

Kepada Kepompong

Kau masih kecil Yang kau tahu hanya layang-layang Yang ikut menerbangkan khayalmu Dengan cat-cat mengering dijari-jemari Dan lukisan didinding tiada berarti Kau bermain-main dengan kebahagiaan Didunia kecilmu dan sejuta mimpi-mimpimu Yang lama kelamaan habis berkurang Saat waktu meleburkan segalanya menjadi arang Hitam, membakar habis semua kenang Berbahagialah kepompong Dengan dekapan hangat Tanpa takut menggigil ketika terbang melayang Udara bukanlah kebebasan Percayalah, ia menguras...

Continue Reading

In Puisi,

Menjadi Dionysus

Ia cemburu Kepada lebah-lebah yang kembali pulang seusai bekerja Kepada semut-semut yang berteduh saat hujan Kepada cacing-cacing yang menggeliat kebawah tanah Kemana ia pergi Hendak kemana ia kembali Tak ada yang tahu Yang ia tahu adalah terus berlari Hingga perih kaki-kakinya Gersang, gosong, pecah kulit-kulitnya Matahari dan hujan membencinya Namun tak ada pilihan baginya untuk mencintai tiap-tiapnya Apa kabar akhir minggu Beristirahatkah jiwa-jiwa...

Continue Reading

In Puisi,

Sarapan Pagi Ini

Bingung, Bingung, Bingung Apa yang harus ditulis Apa yang harus dimakan pagi ini Apa yang harus dipilih selanjutnya Tak tertulis dengan tanda tanya Dibungkam dengan ketidaklanjutan Buku-buku yang ditulis menyebalkan. Aku tak mau membaca. Lelah semalam menjelajahi ego belaka, melupakan diri yang terperangkap Bingung aku bingung mengawali ahad Masa diakhirinya minggu kelam penuh ketidakpedulian Menolak menabur realita dengan mata setengah sadar Bingung, Bingung,...

Continue Reading

In Puisi,

Mencari Pesawat Challenger

Aku menghilang. Jauh, jauh entah kemana Mau kemana dia? Kemana aku? Tak usah kau tanya Yang berlari-lari, yang jauh kedalam rimba, sedang mencari dirinya Menolak menengok kebelakang dan sedang mencari pintu keluar Aku kemana. Aku tidak jauh-jauh masih tetap disana Disana, iya berada disana Sedang menghitung jejak-jejaknya yang dalam Menghapus jejak kaki-kakinya yang dijinjit Aku menghilang. Hilang lagi dia berharap tak ditemukan Tetapi...

Continue Reading

In Puisi,

Kesel

Disendi-sendi ku yang kaku aku masih berusaha berlari, Menyusun lembaran-lembaran api yang terbayar sepi. Dimana teriakan mu itu? Biar ku balas semua dengan diam ku Agar terbayar semua emosi jiwamu Yang menyia-nyiakan ku bagaikan lembaran-lembaran sketsa kasarmu. Aku bukanlah mahakarya mu Akulah yang menopang sendi-sendi keroposmu Agar kau terlihat gagah kuat mempesona di mahligai mimpi. Hingga tak ada yang mentertawakanmu lagi. Tapi lihat...

Continue Reading

In Puisi,

Teruntuk 71 Tahun

Biar tanah ku gersang, pasang ombak menyapu pantai Pohon-pohon kelapa melengkung tak berbuah Namun langit-langit cakrawala yang menyaksikan aslinya Biar, biar nafasku sesak Mengekang paru-paru dengan debu-debu angkuhnya Namun embun pagi masih menyapaku dengan harapannya Aku melihat Ibu Pertiwi yang tersenyum simpul ditengah ratapannya Saat aku mengarungi Sungai Musi dan Laut Parangtritis Pelukannya masih membahagiakan ku walau lukanya berdarah-darah Melukai tubuh-tubuh indahnya dan...

Continue Reading

In Puisi,

Usai Mendengarkan Lagu

Disetiap bulirannya, air mata mengemas kata yang tak terungkap, mimpi yang tak tercapai, dan rasa khawatir yang tak terjawab Layaknya hujan yang membasahi Bumi Mengalir menghapus rona merah diwajahnya Lalu rindu, menghapus gincu yang menggetarkan merahnya. Namun bagai pelangi yang datang setelah hujan, air mata dijadikan refleksi terindah saat kebahagiaan mulai mengukir Namun pelangi akan tetap menjadi pelangi Waktu membawanya pergi, karena kenikmatannya...

Continue Reading

In Puisi,

Memulai Sebuah Akhir Cerita

Ufuk garis pengakhiran tak terlihat Aku sudah lelah di senja ini Berlari, berlari menjauhi garis awal yang salah Yang pada hari itu kuawali dengan kecerobohan Akhir cerita pun naas terlahap amarah “Ulangi saja, susun kembali cerita ini” Teriakan mereka meraung ditelingaku yang tersumpal ego Tidak semudah itu, bedebah! Aku salah, kalian tak mengerti! Kusut, kusut, aku merajut benang kusut dengan linangan air mata...

Continue Reading

In Penulis,

Introduksi Pemilik

Sekarang hampir tengah malam, Pukul 23.42 Terlalu kurang kerjaan bagi seseorang buat blog semalam ini. Tapi memang begitulah penulis blog ini. Kurang kerjaan, dan niat nyari kerjaan. Penulis suka pagi hari dan sarapan. Pagi hari yang selalu dinanti, Namun paling cepat berganti. Juga sarapan yang selalu dilewatkan, Tapi paling indah dinikmati. Jangan, Jangan berpikir kalau penulis melankolis sejati Cuma remaja biasa, yang suka...

Continue Reading

Powered by Blogger.

Instagram

Subscribe